Dalam dunia hukum Indonesia, prahara kembali mencuat ketika muncul dua Daftar Pencarian Orang (DPO) yang sebelumnya telah dihapus melalui sidang praperadilan terkait kasus Pegi Setiawan. Kejadian ini mengundang kritikan tajam dari berbagai pihak, termasuk dari mantan Wakapolri yang melihat fenomena ini sebagai ancaman serius terhadap integritas hukum dan keadilan di negeri ini.
Kemunculan Kembali DPO yang Kontroversial
DPO yang dihapus dalam sidang praperadilan adalah sebuah langkah yang menunjukkan bahwa hukum bekerja dalam mengoreksi kesalahan prosedural atau substansial yang mungkin terjadi dalam proses penegakan hukum. Namun, ketika DPO yang telah dihapus ini kembali muncul, banyak yang mempertanyakan validitas dan integritas sistem hukum yang ada.
Eks Wakapolri, yang dikenal sebagai figur yang sangat berpengalaman dalam penegakan hukum, menyatakan bahwa munculnya kembali DPO tersebut bukan hanya mencederai kepercayaan publik terhadap sistem hukum, tetapi juga menciptakan preseden buruk yang bisa berujung pada ketidakadilan.
Kritik Pedas dari Eks Wakapolri
Dalam sebuah wawancara eksklusif, mantan Wakapolri mengungkapkan kekecewaannya terhadap kejadian ini. Menurutnya, sistem hukum yang baik adalah sistem yang bisa memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil adalah final dan mengikat, kecuali ada bukti baru yang signifikan dan relevan.
"Sistem hukum kita harus bisa diandalkan. Ketika sebuah keputusan telah diambil melalui proses praperadilan yang sah, maka keputusan itu harus dihormati oleh semua pihak. Munculnya kembali DPO yang sudah dihapus hanya menunjukkan bahwa ada masalah serius dalam sistem penegakan hukum kita," ujar eks Wakapolri dengan nada tegas.
Bahaya yang Mengintai
Kritikan ini bukan tanpa alasan. Menurutnya, ada beberapa bahaya yang mengintai jika praktik semacam ini dibiarkan begitu saja. Pertama, ini bisa menciptakan ketidakpastian hukum. Ketika orang tidak bisa yakin bahwa keputusan hukum akan tetap berlaku, maka kepercayaan terhadap sistem hukum akan menurun drastis.
Kedua, ini bisa menjadi celah bagi pihak-pihak tertentu untuk memanipulasi sistem hukum demi keuntungan pribadi atau kelompok. "Bayangkan jika setiap kali ada putusan praperadilan yang tidak menguntungkan pihak tertentu, mereka bisa saja mencoba untuk memunculkan kembali DPO atau manipulasi lainnya. Ini sangat berbahaya dan bisa merusak tatanan hukum kita," tambah eks Wakapolri.
Tuntutan Reformasi Hukum
Munculnya kembali DPO yang dihapus ini juga menambah panjang daftar tuntutan reformasi hukum di Indonesia. Banyak pihak, termasuk para praktisi hukum, akademisi, dan aktivis, melihat bahwa ada kebutuhan mendesak untuk memperbaiki sistem hukum agar lebih transparan, akuntabel, dan adil.
Reformasi yang dimaksud meliputi berbagai aspek, mulai dari prosedur penegakan hukum, sistem peradilan, hingga pengawasan terhadap aparat penegak hukum. "Kita butuh sistem yang bisa mencegah dan mengoreksi penyalahgunaan wewenang. Reformasi hukum harus menjadi agenda prioritas untuk memastikan bahwa keadilan bisa benar-benar ditegakkan di negeri ini," tegas eks Wakapolri.
Respons dari Pihak Terkait
Menanggapi kritikan ini, pihak kepolisian mengakui bahwa ada kelemahan dalam sistem yang perlu diperbaiki. "Kami sedang melakukan evaluasi mendalam untuk memastikan bahwa kejadian seperti ini tidak terulang lagi di masa mendatang. Kepercayaan publik adalah hal yang sangat penting bagi kami," ujar seorang juru bicara kepolisian.
Sementara itu, para pengamat hukum berharap agar kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. "Ini adalah momentum yang tepat untuk melakukan introspeksi dan perbaikan. Sistem hukum yang adil dan transparan adalah pondasi utama bagi tegaknya keadilan di negeri ini," kata seorang pengamat hukum terkemuka.
Kesimpulan
Kemunculan kembali DPO yang telah dihapus di sidang praperadilan Pegi Setiawan bukan hanya sebuah anomali, tetapi juga sebuah panggilan untuk perbaikan mendesak dalam sistem hukum Indonesia. Kritikan dari eks Wakapolri menunjukkan bahwa ada banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan demi menjaga integritas dan keadilan. Hanya dengan komitmen kuat untuk reformasi dan peningkatan sistem, kepercayaan publik terhadap hukum bisa dipulihkan dan diperkuat.