Menggali Ironi Karut-Marut Layanan Haji Berulang, Biaya Melambung Tanpa Kepuasan - Seputaran Palembang Online

Thursday, 20 June 2024

Menggali Ironi Karut-Marut Layanan Haji Berulang, Biaya Melambung Tanpa Kepuasan

 Kritik Pedas terhadap Penyelenggaraan Haji 2024: Biaya Besar, Layanan Memprihatinkan


Jakarta -- Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 mendapat banyak kritik dari jemaah Indonesia yang merasa pelayanan masih jauh dari memuaskan. Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR menyoroti kondisi akomodasi jemaah yang dinilai sangat buruk, seperti tenda yang penuh sesak dan layanan toilet dengan antrean panjang.



Ketua Timwas Haji, Muhaimin Iskandar (Cak Imin), mengungkapkan bahwa kondisi tenda yang sempit membuat ruang gerak jemaah sangat terbatas, hanya sekitar 1 meter. Banyak jemaah tidak mendapatkan tempat tidur yang layak di dalam tenda. Masalah toilet juga menjadi sorotan karena jemaah harus antre berjam-jam.


Persoalan serupa bukan hanya terjadi tahun ini. Pada tahun 2023, masalah akomodasi dan transportasi selama prosesi Armuzna menyebabkan banyak jemaah Indonesia terlantar di Muzdalifah dan kesulitan mendapatkan makanan.


Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah, Ade Marfuddin, menyatakan bahwa fasilitas layanan haji yang disediakan oleh pemerintah tidak sebanding dengan biaya besar yang dikeluarkan oleh jemaah. "Jemaah haji adalah tamu Allah yang membayar mahal untuk mendapatkan pelayanan yang layak. Namun, pelayanan yang diberikan masih jauh dari memadai," ujar Ade kepada CNNIndonesia.com, Kamis (20/6).


Ade menilai pemerintah belum memiliki manajemen pelayanan haji yang terstruktur dengan baik, sehingga setiap tahun selalu ada masalah yang berulang. Ia mencontohkan kasus jemaah terlantar di Muzdalifah tahun lalu dan masalah tenda jemaah di Mina tahun ini sebagai bukti kurangnya perencanaan yang matang.


Ade menyarankan agar pemerintah melakukan pemetaan mitigasi haji untuk menentukan mana saja prosesi yang berisiko tinggi dan rendah. Menurutnya, wilayah Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna) harus menjadi perhatian serius Kemenag karena masalah di wilayah ini selalu berulang.


"Area yang berpotensi crowded tiap tahun harus dipisahkan. Ada zona merah dan biru. Zona biru yang sudah aman bisa dibiarkan, sementara fokus pada zona merah," kata Ade. Ia juga menyoroti perlunya bangunan bertingkat di Mina untuk mengatasi keterbatasan ruang.


Ade juga mengkritik keputusan pemerintah untuk tidak lagi menggunakan Mina Jadid, yang menurutnya menyebabkan penumpukan jemaah. Sebelumnya, jemaah haji Indonesia ditempatkan di Mina Jadid, namun kini dialihkan ke wilayah Muaishim yang lebih dekat dengan Jamarat. Kemenag beralasan Mina Jadid tidak sah untuk wukuf karena berbatasan dengan Muzdalifah.


"Menurut saya, keputusan ini tidak maksimal. Mengabaikan Mina Jadid menyebabkan penumpukan di Mina lama. Ini adalah langkah antisipasi yang keliru dalam manajemen," tambahnya.


Ade mendesak pemerintah untuk menyisir tiap masalah di Armuzna agar dapat menciptakan manajemen haji yang lebih baik. Ia juga berharap pemerintah Indonesia berdialog dengan otoritas Arab Saudi untuk meningkatkan layanan jemaah secara komprehensif.


"Masalah layanan seperti ini tidak bisa diselesaikan sepihak. Indonesia harus duduk bersama dengan Arab Saudi untuk membangun kerja sama yang komprehensif. Jangan hanya fokus pada penambahan kuota jemaah tanpa memperhatikan kualitas layanan. Ini yang menjadi sorotan Timwas DPR," tutup Ade.

Comments


EmoticonEmoticon